Rabu, 13 Mei 2009

Askep Persalinan Normal


1. Pengertian :
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan janin turun ke dalam jalan lahir. (Prawirohardjo, 2001).
Kelahiran adalah proses dimana janin dan ketuban di dorong keluar melalui jalan lahir. (Prawirohardjo, 2001).
Pesalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin. (Prawirohardjo, 2001).
Pesalinan normal (partus spontan) adalah proses lahirnya bayi pada letak belakang kepala yang dapat hidup dengan tenaga ibu sendiri dan uri,tanpa alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam melalui jalan lahir.
Persalinan dibagi dalam 4 kala, yaitu :
@. Kala I : Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase : Fase Laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm dan Fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 cm sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama Fase aktif.
@. Kala II : Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
@. Kala III : Dimulai segera setelah lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
@. Kala IV : Dimulai saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum.

2. Penyebab
Penyebab timbulnya persalinan sampai sekarang belum diketahui secara pasti/jelas. Terdapat beberapa teori antara lain : (Rustam Muchtar, 1998).
(1) Penurunan kadar progesteron :
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim, sebaliknya Estrogen meninggikan kerentanan otot rahim.
Selama kehamilan terdapat keseimbangan antara kadar Progesteron dan Estrogen di da;lam darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar Progesteron menurun sehingga timbul his.

(2) Teori oxytocin :
Pada akhir kehamilan kadar oxytocin bertambah. Oleh karena itu timbul kontraksi otot-otot rahim.

(3) Keregangan otot-otot :
Seperti halnya dengan kandung kencing dan lambung bila dindingnya teregang oleh karena isinya bertambah maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Demikian pula dengan rahim, maka dengan majunya kehamilan makin teregang otot-otot dan otot-otot rahim makin rentan.

(4) Pengaruh janin :
Hypofise dan kelenjar suprarenal janin rupa-rupanya juga memegang peranan oleh karena pada anencephalus kehamilan sering lebih lama dari biasa.

(5) Teori Prostaglandin :
Prostaglandin yang dihasilkan oleh decidua, disangka menjadi salah satu sebab permulaan persalinan.
Hasil dari percobaab menunjukkan bahwa Prostaglandin F2 dan E2 yang diberikan secara intra vena, intra dan extraamnial menimbulkan kontraksi myometrium pada setiap umur kehamilan. Hal ini juga di sokong dengan adanya kadar Prostaglandin yang tinggi baik dalam air ketuban maupun darah perifer pada ibu-ibu hamilsebelum melahirkan atau selama persalinan.

Secara skematis dikaitkan dengan gangguan pemenuhan kebutuhan dasar sebagai berikut :
Prostaglandin ¯
¯
Sintesa Prostaglandin di chorio amnion
¯
Kontraksi Uterus
Kadar Oxytocin ­
¯
Permiabilitas Na dalam Myometrium ­
¯
Cairan intra sel ­
¯
Kontraksi Uterus
Fetus cortisol
¯
Aktivasi Hormon Hypofise dan Intra renal
¯
Fetus normal
cukup/hampir cukup bulan
¯
Kontraksi Uterus
Prostaglandin
¯
Prostaglandin ­
Estroge ¯
¯
Aktivasi phospholipase dalam selaput ketuban
¯
Kontraksi Myometrium
Peregangan otot rahim
¯
Sintesa ­
¯
Kontraksi Myometrium
¯
Prostaglandin ­








His : Kontraksi otot rahim yang terasa nyeri dan yang dapat menimbulkan pembukaan servix pada persalinan
His : Kontraksi otot rahim yang terasa nyeri dan yang dapat menimbulkan pembukaan servix pada persalinan

Kala I
Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan lengkap (10 cm). Proses ini terbagi dalam 2 fase :
v Fase Laten (8 jam) serviks membuka sampai 3 cm
Ø Ansietas
Ø Kurang pengetahuan
Ø Kurangnya volume cairan
Ø Koping individu tidak efektif
Ø Infeksi
Ø Cedera (janin)
v Fase aktif (7 jam) serviks membuka dari 3 cm sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering selama Fase aktif.
Ø Nyeri
Ø Perubahan eliminasi urin
Resiko tinggi
Ø Cedera (ibu)
Ø Gangguan pertukaran gas
Ø CO ¯
Ø Kurangnya volume cairan
Ø Kelelahan


Kala II
Dimulai dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.
Ø Nyeri (Akut)
Resiko tinggi
Ø CO ¯
Ø Gangguan pertukaran gas
Ø Kerusakan integritas kulit/jaringan
Ø Kurangnya volume cairan
Ø Infeksi
Ø Cedera (janin)
Ø Kelelahan


Kala III
Dimulai segera setelah lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit.
Resiko tinggi
Ø Kurangnya volume cairan
Ø Cedera (ibu)
Ø Kurang pengetahuan
Ø Nyeri
Ø Perubahan proses keluarga


Kala IV
Dimulai saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama postpartum.
Resiko tinggi
Ø Kurangnya volume cairan
Ø Cedera (ibu)
Ø Kurang pengetahuan
Ø Nyeri
Ø Perubahan proses keluarga

3. Mekanisme Persalinan (Cunningham, Mac Donald & Gant, 1995)
Mekanisme Persalinan adalah proses keluarnya bayi dari uterus ke dunia luar pada saat persalinan.
Gerakan utama pada Mekanisme Persalinan :
1. Engagement
· Diameter biparietal melewati PAP
· Nullipara terjadi 2 minggu sebelum persalinan
· Multipara terjadi permulaan persalinan
· Kebanyakan kepala masuk PAP dengan sagitalis melintang pada PAP-Flexi Ringan.

2. Descent (Turunnya Kepala)
· Turunnya presentasi pada inlet
Disebabkan oleh 4 hal :
a. Tekanan cairan ketuban
b. Tekanan langsung oleh fundus uteri
c. Kontraksi diafragma dan otot perut (kala II)
d. Melurusnya badan janin akibat kontraksi uterus.
· Synclitismus dan Asynclitismus
§ Synclitismus
q Sutura sagitalis terdapat di tengah-tengah jalan lahir tepat antara symplusis dan promotorium.
q Os Parietal depan dan belakang sama tinggi.
§ Asynclitismus
Jika Sutura sagitalis agak ke depan mendekati symplusis atau agak kebelakang mendekati promotorium.
q Asynclitismus Posterior
Sutura sagitalis mendekati simplusis, Os parietal belakang lebih rendah dari Os parietal depan.
q Asynclitismus Anterior
Sutura sagitalis mendekati promotorium sehingga Os parietal depan > Os parietal belakang.

3. Flexion
Majunya kepala ® mendapat tekanan dari servix, dinding panggul atau dasar panggul ® Flexi (dagu lebih mendekati dada).
Keuntungan : Ukuran kepala yang melalui jalan lahir lebih kecil
(D. SOB = 9,5 cm) ® Outlet.

4. Internal Rotation
· Bagian terrendah memutar ke depan ke bawah symphisis
· Usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir
(Bidang tengah dan PBP)
· Terjadinya bersama dengan majunya kepala
· Rotasi muka belakang secara lengkap terjadi setelah kepala di dasar panggul.

5. Extension
· Defleksi kepala
· Karena sumbu PBP mengarah ke depan dan atas
· Dua kekuatan kepala
§
Kekuatan kedepan atasMendesak ke bawah
§ Tahanan dasar panggul menolak ke atas
· Setelah sub occiput tertahan pada pinggir bawah symphisis sebagai Hypomoclion ® lahir lewat perinium = occiput, muka dagu.

6. External Rotation
· Setelah kepala lahir ® kepala memutar kembali ke arah panggul anak untuk menghilangkan torsi leher akibat putaran paksi dalam
· Ukuran bahu menempatkan pada ukuran muka belakang dari PBP.

7. Expulsi
· Bahu depan di bawah symphisis ® sebagai Hypomoklion ® lahir ® bahu belakang, bahu depan ® badan seluruhnya.
A KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PERSALINAN FISIOLOGIS.
Dalam melaksanakan asuhan keparawatan pada klien dengan persalinan fisiologis, penulis menggunakan pendekatan proses keperawatan dengan langkah langkah; pengkajian data,diagnosa , perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil tindakan keperawatan yang dilaksanakan secara sistematis dan berkelanjutan.

2.2.1. Pengkajian.
1) Pengumpulan data.
(1) Biodata meliputi:
Nama agar dapat lebih mudah memanggil, mengenali klien antara yang satu dengan yang lain agar tidak keliru. Umur mengetahui usia ibu apakah termasuk resiko tinggi / tidak. Pendidikan pemberian informasi yang tepat bagi klien. Penghasilan mengetahui bagaimana taraf hidup dan sosial ekonomi klien. Pada pesalinan fisiologis biodta didapatkan; Umur dalam kategori usia subur (15 – 49 tahun). Bila didapatkan terlalu muda (kurang dari 20 tahun) atauterlalu tua (lebih dari 35 tahun) merupakan keompok resiko tinggi. (Depks RI, 1993: 65).
(2) Keluhan Utama.
Pada umumnya klien mengeluh nyeri pada daerah pinggang menjalar ke perut, adanya his yang makin sering, teratur, keluarnya lendir dan darah, perasaan selalu ingin buang air kemih, bila buang air kemih hanya sedikit-sedikit (Cristina’s Ibrahim, 1993,7).
(3) Riwayat penyakit sekarang .
Dalam pengkajian ditemukan ibu hamil dengan usia kehamilan anatara 38 –42 minggu (Cristina’s Ibrahim, 1993,3) disertai tanda-tanda menjelang persalinan yaitu nyeri pada daerah pinggang menjalar ke perut, his makin sering, tertaur, kuat, adanya show (pengeluaran darah campur lendir).kadang ketuban pecah dengan sendirinya. (Ida Bagus Gde Manuaba, 1998; 165).
(4) Riwayat penyakit dahulu.
Adanya penyakit jantung, Hypertensi, Diabitus mielitus, TBC, Hepatitis, penyakit kelamin, pembedahan yang pernah dialami, dapat memperberat persalinan. (Depkes RI, 1993:66).

(5) Riwayat penyakit keluarga.
Adanya penyakit jantung, hipertensi, diabitus mielitus, keturunan hamil kembar pada klien, TBC, Hepatitis, Penyakit kelamin, memungkinkan penyakit tersebut ditularkan pada klien, sehingga memperberat persalinannya. Depkes RI, 1993,66).

(6) Riwayat Obstetri.
v Riwayat haid.
Ditemukan amenorhhea (aterm 38-42 minggu) (Cristina’s Ibrahim, 1993,3), prematur kurang dari 37 minggu (D.B. Jellife, 1994:28).

v Riwayat kebidanan.
Adanya gerakan janin, rasa pusing,mual muntah, daan lain-lain. Pada primigravida persalinan berlangsung 13-14 jam dengan pembukaan 1cm /jam, sehingga pada multigravida berlangsung 8 jam dengan 2 cm / jam (Sarwono Prawirohardjo, 1999,183).

(7) Riwayat psikososialspiritual dan budaya.
Perubahan psikososial pada trimester I yaitu ambivalensi, ketakutaan dan fantasi . Pada trimester II adanya ketidak nyamanan kehamilan (mual, muntah), Narchisitik, Pasif dan introvert. Pada trimester III klien merasa tidak feminin lagi karena perubahan tubuhnya,ketakutan akan kelahiran bayinya,distress keluarga karena adaanya perasaan sekarat selama persalinan berlangsung (Sharon J Reeder Et all, 1987: 302).

(8) Pola Kebutuhan sehari-hari.
v Nutrisi.
Adanya his berpengaruh terhadapkeinginan atau selera makan yang menurun. (Sharon J Reeder Et all, 1987: 405).

v Istirahat tidur.
Klien dapat tidur terlentang,miring ke kanan / kiri tergantung pada letak punggung anak,klien sulit tidur terutama kala I – IV. (Sarwono Prawirohardjo, 1999,192).
v Aktivitas.
Klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktivitas ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, tidak mebuat klien cepat lelah, capai, lesu. Pada kala I apabila kepala janin telah masuk sbagian ke dalam PAP serta ketuban pecah, klien dianjurkan duduk / berjalan-jalan disekitar ruangan / kamar bersalin. (Sarwono Prawirohardjo, 1999,192). Pada kala II kepala janin sudah masuk rongga PAP klien dalam posisi miring ke kanan / kiri . (Sarwono Prawirohardjo, 1999,195).

v Eliminasi.
Adanya perasaan sering / susah kencing selama kehamilan dan proses persalinan (Chritina”s Ibrahim, 1993:7). Pada akhir trimester III dapat terjadi konstipasi. (Sharon J Reeder Et all, 1987: 406).

v Personal Hygiene.
Kebersihan tubuih senantiasa dijaga kebersihannya. Baju hendaknya yang longgar dan mudah dipakai, sepatu / alas kaki dengan tumit tinggi agar tidak dipakai lagi. (Sarwono Prawirohardjo, 1999,160).

v Seksual.
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual / fungsi dari sek yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas. (Sharon J Reeder Et all, 1987: 285).

(9) Pemeriksaan.
v Pemeriksaan umum meliputi:
· Tinggi badan dan berat badan.
Ibu hamil yang tinggi badanya kurang dari 145 cm terlebih pada kehamilan pertama, tergolong resiko tinggi karena kemungkinan besar memiliki panggul yang sempit. Berat badan ibu perlu dikontrol secara teratur dengan peningkatan berat badan selama hamil antara 10–12 kg. ( Depkes RI, 19993: 67).

· Tekanan Darah.
Tekanan darah diukur pada akhir kala II yaitu setelah anak dilahirkan biasanya tekanan darah akan naik kira-kira 10 mmHg (Cristina’s Ibrahim, 1993,:45).

· Suhu badan nadi dan pernafasan.
Pada penderita dalam keadaan biasa suhu badan anatara 360-370 C, bila suhu lebih dari 375C dianggap ada kelainan. Kecuali bagi klien setelah melahirkan suhu badan 375C- 378C masih dianggap normal karena kelelahan. (Cristina’s Ibrahim, 1993,:46). Keadaan nadi biasanya mengikuti keadaan suhu, Biola suhuu naik keadaan nadi akan bertambah pula dapat disebabkan karena adanya perdarahan. (Cristina’s Ibrahim, 1993,:46).
Pada klien yang akan bersalin / bersalin pernafasanannya agak pendek karena kelelahan, kesakitan dan karena membesarnya perut (Cristina’s Ibrahim, 1993,:45), pernafasan normal antara 80 – 100 X / menit, kadang meningkat menjadi normal kembali setelah persalinan, dan diperiksa tiap 4 jam.

2) Pemeriksaan fisik.
(1) Kepala dan leher.
Terdapat adanya cloasma gravidarum, terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata, konjungtiva kadang pucat, sklera kuning, hiperemis ataupun normal, hidung ada polip atau tidak, caries pada gigi, stomatitis, pembesaran kelenjar. ( Depkes RI, 19993: 69).

(2) Dada.
Terdapat adanya pembesaran pada payudara, adanya hiperpigmentasi areola dan papila mamae serta ditemukan adanya kolustrum. ( Depkes RI, 1993: 69).
(3) Perut.
Adanya pembesaran pada perut membujur, hyperpigmentasi linea alba / nigra, terdapat striae gravidarum. ( Depkes RI, 1993: 70).
Palpasi : usia kehamilan aterm 3 jari bawah prosesus xypoideus, usia kehamilan prematur pertengahan pusat dan prosesus xypoideus, punggung kiri / punggung kanan , letak kepala, sudah masuk PAP atau belum. Adanya his yang makin lama makin sering dan kuat. (Cristina’s Ibrahim, 1993,: 7).
Auskultasi : ada / tidaknya DJJ,frekwensi antara 140 – 160 x / menit . (Depkes RI, 1993: 75).

(4) Genetalia
Pengeluaran darah campur lendir, pengeluaran air ketuban. Bila terdapat pengeluaran mekonium yaitu feses yang dibnetuk anak dalam kandungan, menandakan adannya kelainan letak anak. (Cristina’s Ibrahim, 1993,:50).
Pemeriksaan dalam untuk mengetahui jauhnya dan kemajuan persalinan, keadaan servic, panggul serta keadaan jalan lahir.(Depkes RI, 1993: 76).

(5) Ekstremitas.
Pemeriksaan udema untuk melihat kelainan-kelainan karena membesarnya uterus, karena pre eklamsia atau karena karena penyakit jantung / ginjal. (Cristina’s Ibrahim, 1993,:47). Ada varices pada ekstremitas bagian bawah karena adanya penekanan dan pembesaran uterus yang menekan vena abdomen (Sharon J Reeder Et all, 1987: 412).

3) Pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan darah meliputi haemoglobin, faktor Rh, Jenis penentuan, waktu pembekuan, hitung darah lengkap, dan kadang-kadang pemeriksaan serologi untuk sifilis. (Persis Mary Hamilton, 1995: 151).

2.2.2. Diagnosa Keperawatan.
1) Kala I (Sharon J Reeder Et all, 1987: 476).
(1) Perubahan perfusi jaringan : peredaran darah ke plasenta, secundair terhadap posisi ibu selama proses persalinan.
(2) Defisit volume cairan berhubungan dengan penurunan intake cairan.
(3) Perubahan membran mukosa berhubungan dengan pernafasan mulut.
(4) Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan pembatasan intake selama proses persalinan.
(5) Gangguan rasa nyaman (nyeri akut) berhubungan dengan kontraksi uterus .
(6) Defisit perawatan diri berhubungan dengan imobilitas selama proses persalinan.
(7) Perubahan pola istirahat tidur berhubungan dengan proses persalinan.
(8) Inefektif koping individu berhubungan dengan ketidak mampuan relaksasi atau bernafas dengan benar.
(9) Defisit pengetahuan berhubungan dengan perubahan peran.
(10) Inefektif koping individu / keluraga berhubungan dengan masuk rumah sakit selama proses persalinan.
(11) Inefektif koping keluarga berhubungan dengan nyeri yang dirasakan klien.
2) Kala II (Sharon J Reeder Et all, 1987: 478).
(1) Inefektif koping individu berhubungan dengan proses fisik selama proses persalianan.
(2) Takut berhubungan dengan lingkungan baru.
(3) Nyeri berhubungan dengan kontraksi uterus.
3) Kala III dan IV. (Sharon J Reeder Et all, 1987: 494).
(1) Nyeri berhubungan dengan involusi uterus , episiotomi.
(2) Resiko infeksi (Vagina, perinium) berhubungan dengan infeksi scundair bakteri sampai proses persalinan, persalinan dan episiotomi.
(3) Perubahan pola istirahat tidur, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
(4) Perubahan peran berhubungan dengan kurangnya pengalaman, kurangnya model peran.
Diagnosa Keperawatan Persalinan Tahap I (Fase Laten) :
Kekuranagan volume cairan (resiko terhadap).
Tujuan : Kebutuhan klien selam kala I terpenuhi.
Kriteria Hasil :
· Mukosa bibir tidak kering.
· Klien tidalk merasa haus.
· TTV :
· Tekanan darah : 120 / 80
· Nadi : 80 – 88 x / menit.
· Respirasi rate : 18 – 20 x / menit.
· Suhu 365 – 37 0 C
Tindakan / intervensi
Rasional
Mandiri :
Pantau masukan / haluaran. Perhatikan berat jenis urine. Anjurkan klien untuk mengosongkan kandung kemih sedikitnya sekali setiap hari – 1,5 – 2 jam.



Pantau suhu setiap 4 jam, lebih sering bila tinggi. Pantau tanda-tanda vital / DJJ sesuai indikasi.
Kaji produksi mukus, jumlah air mata dalam mata, turgor kulit.
Berikan cairan jernih dan es batu sesuai izin.
Kaji praktik budaya mengeni masukan.




Berikan perawatan mulit dan permen keras sesuai izin.
Kolaborasi:
Berikan bolus cairan parentral, sesuai indikasi.




Pantau kadar hematokrit. (Ht).

Masukan dan haluaran harus diperkirakan sama, tergantung pada derjat hidrasi. Konsentrasi urine meningkat sesuai peningkatan haluaran urin dan waspada terhadap dehidrasi. Penurunan janin dapat diganggun bila kandung kemin distensi.
Dehidrasi dapat menyebabkan peningkatan suhu, Teknan darah pernafasan dan detak jantung janin.
Tanda tambahan dari hidrasi akuat atau terjadinya dehidrasi.
Membantu meningkatkan hidrasi dan dapat menyediakan kalori.
Beberapa budaya (mis, beberapa orang Afrika, penduduk bagian seltan Amerika Serikat) minum the khusus, meyakinkan mereka merangsang kemajuan persalinan secara kontinue,
Menurunkan ketidak nyamanan karena mulut kering.

Mungkin diperlukan bila masukan oral tidak adekuat atau terbatas. Bertindak sebagai oengaman dalam kejadian dehidrasi atau hemoragi, mengatasi beberapa efek negatif dari anestesia atau anlgesia.
Ht meningkat sesuai penurunan komponen plasma pada adanya dehidrasi berat.
Diagnosa Keperawatan Persalinan Tahap I (Fase Aktif) :
Nyeri.
Tujuan:
Klien dapat beradaptasi terhadap nyeri pada kala pembukaan .
Kitreria hasil:
· Ibu tampak tenang diantara kontraksi.
· Ibu tidak teriak oleh konstraksi datang.
· Ibu mengatakan nyeri tapi masih bisa mengontrol nyeri.

Tindakan / intervensi
Rasional
Mandiri:
Kaji derajat ketidak nyamanan melalui isyarat verbal dan non verbal; verbal; perhatikan pengaruh budaya pada respons nyeri

Bantu dalam penggunaan tehnik pernafasan / relaksasi yang tepat dan pada masase abdomen.


Bantu tindakan kenyamanan (mis; gosokan punggung/kaki, tekanan sakral, istirahat punggung, perawatan mulut, perubahan posisi, perawatan perineal dan pertukaran linen).



Anjurkan klien untuk berkemih setiap 1-2 jam. Palpasi di atas simfisi pubis untuk menentukan distensi, khususnya setelah blok saraf.




Berikan informasi tenang ketersediaan analgeia, rspons/efek samping biasanya (klien dan janin), dan durasi efek analgetik pada lampu atau sitiuasi penyerta.






Dukung keputusan klien tentangmenggunakan atau tidak menggunakan obat-obatan dengan cara yang tidak menghakimi. Lanjutkan dorongan untuk upaya dan penggunaan tehnik relaksasi.

Instruksikan klien dalam menggunakan analgesik yang dikontrol klien, pantau caranya menggunakan.
Hitung waktu dan catat frkwensi, intensitas, dan durasi pola konstraksi uterus setiap 30 menit.

Kaji sifat dan jumlah tampilan vagina, dilatasi servival, penonjolan, lokasi janin dan penurunn janin.




Berikan tindakan pengamanan, mis, anjrkan klien untuk bergerak dengn perlahan, memperthankan penghalang tempat tidur setelah pemberian obat dan sokong kki selama pemindahan.

Kaji tekanan darah dan nadi setiap 1-2 menit setelah injeksi regional selama 15 menit pertama, kemudian setiap 10 – 15 menit untuk sis waktu persalinan. Posisikan pada posisi miring kiri dengan kepala datar dan kaki ditinggikan , atau meninggikan lutut dan mengubah posisi uterus secara manual ke kiri sesuai indikasi.









Libatkan klien dalam prcakapan untuk mengkaji sensori, pantau pola pernafasan dan nadi.






Kaji terhadap kehangatan, kemerahan pada ibu jari atau bantalan kaki dan distribusi seimabang dari obat spinal.
Kolaborasi:
Berikan analgesik seperti alfaprodin hidroklorida(Nisentil) atau meperidin hidroklorida (Demerol) dengan kekuatan tranquilizer dengan IV atau IM yang dalam di antara kontraksi, bila diindikasikan.



Lakukan atau bantu dengan blok paraservical bila serviks dilatasi 4-5 cm. (anastesi dapat diberikandalam dosis tunggal atau secara kontinu dengan menggunakan indwelling kateter).
Berikan oksigen dan tingkatkan masukan cairan biasa bila tekanan sistolik turun di bawah 100 mmHg atau turun lebih dari 30 % di bawah tekanan dasar.
Pantau DJJ secara elektrolik, dan catat penurunan variabilitas atau bradicardia. Dapatkan sample kulit kepala janin bila bradikardia menetap selama 30 menit atau lebih.

Berikan bolus IV 500 – 1000 ml dari larutan Ringer Laktat tepat sebelum pemberian blok peridural.
Berikan anestesi blok peridural, epidural atau kaudal dengan menggunakan kateter indwelling.









Berikan soksinilkolin klorida dan bantu dengan intubasi bila terjadi kejang.

Tindakan dan reaksi nyeri adalah individual dan berdasarkan pengalaman masa lalu, memahami perubahan fisiologis, dan latar belakang budaya.
Dapat memblok impuls nyeri dalam korteks serebral memlalui respons kondisi dan stimulasi kutan. Memudahkan kemajuan persalinan normal.
Meningkatkan relaksasi dan higiene; meningkatkan perasaan sejahtera (Catatan posisi miring kiri menurunkan tekanan uterus pada vena kava, tetapi pengubahan posisi secara periodik mencegah iskemia jaringan dan / atau kekakuan otot dan meningkatkan kenymanan.
Mempertahankan kandung kemih bebas distensi, yang dapat meningkatkan ketidak nyamanan, mengakibatkan kemungkinan trauma, mempengaruhi penurunan janin, dan meperlama persalinan. Analgesia epidural atau paraservical dapat mempengaruhi sensasi penuh.
Memungkinkan klien membuat pilihan persetujuan tentang cara pengontrolan nyeri. (Catatan: Bila tindkan konservatif tidak efektif dan meningkatkan tegangan ototo meghalangi kemajuan persalinan, penggunaan medikasi yang minimal dapat meningkatkan rlaksasi, memperpendek persalinan, membatasi keletihan, dan mencegah komplikasi).
Membantu menurunkan perasaan gagal pada klien / pasangan yang telah mengantisipasi kelahiran yang tidak diobati dan tidak mengikuti rencana tersebut. Meningkatkan rasa kontrol dan dapat mencegah /menurunkan kebutuhan medikasi.
Memungkinkan klien untuk mengatur kontrol nyerinya sendiri, biasanya dengan sedikit medikasi.

Memantau kemajuan persalinan dan memberikan informasi untuk klien. (catatan: Agens anastetik dapat mengubah pola kontraksi uterus).
Dilatasi servical seharusnya ,2 cm/jam pada nulipara dan 1,5 cm/jam pada multi para, tampilan vagina meningkat dengan turunnya janin. Pilihan dan waktu pemberian obat dipengaruhi oleh drajat dilatasi dan pola kontraksi.
Anestesi blok regional menghasilkan paralisis vasomotor, sehingga gerakan tiba-tiba dapat mencetuskan hipotensi, Analgetika mengubah persepsi, dan klien dapat jatuh karena mencoba turun dari tempat tidur.
Hipotensi maternal, efek samping paling umum dari anastesi blok regional, dapat mempengaruhi oksigenasi janin. Hipotensi telentang dapat terjadi karena posisi litotomi selama pemberian anestesi paraservical. Posisi miring kiri meningkatkan aliran balik vena dan meningkatkan sirkulasi plasenta, Kaji variabelitas DJJ. Agens seperti bupivakiain (Macaine) dan Kloroprokain hidroklorida (Nesacaine) mempunyai efek kecil pada variabilitas DJJ; perubahan harus diselidiki secara seksama. (Catatan: Risiko berkenaan dengan anestesi kaudal meliputi perforasi kulit kepala janin, serta rectum ibu).
Respon toksik sistemik dengan perubhan sensori terjadi bila obat diabsorbsi ke dalam sistem vasculair. Perubahan sensori dapat juga menjadi indikator awal dari terjadinya hipoksia. Gangguan fungsi pernafasan terjadi bila analgesia terlalu tinggi menimbulkan paralisis diafragma.
Meyakinkan penempatan kateter yang tepat untuk kontinuitas blok dan kadar yang adkuat dari agens anestesi.
Rute IV disukai karena menjamin pemberian analgetik lebih cepat dan absorbsi seimbang. Medikasi diberikan dengan rute IM memerlukan sampai 45 menit untuk mencapai kadar plasma adekuat, dan ambilan maternal mungkin bervariasi, khususnya bila obat dinjeksikan ke dalam lemak subcutan sebagai pengganti otot.
Menganastesi pleksus hipogstrik inferior dan ganglia, memberikan kelegaan selama dilatasi servic. (catatan: Blok paraservical dapat menyebabkan bradikardia janin berat).
Meningkatkan volume cairan sirkulasi, perfusi plasenta, dan ketersediaan oksigen untuk ambilan janin.

Bradikardia dan penurunan variabilitas janin adalah efek samping yang biasa dari blok paraservical. Efek samping ini dapat mulai 2 – 10 menit setelah pemberian anatetik dan dapat berakhir selama 5 – 10 menit.
Peningkatan kadar cairan sirkulasi membantu mencegah efek samping hipotensi berkenaan dengan blok.
Memberikan kelegaan bila persalinan aktif ditentukan, penguatan melalui kateter memberikan kenyamanan terus menerus selama melahirkan. Analgesia ini tidak mengganggui aktivitas uterus dan/ atau refleks Ferguson. Ini merelaksasikan servicks dan mempermudah proses persalinan, tetapi dapat mengubah rotasi janin internal dan menurunkan kemampuan klien untuk mengejan bila diperlukan.
Reaksi toksik sistemik pada anastetil epidural dapat mengubah sendorium ataiu menyebabkan kejang bila obat diabsorbsi ke dalam sistem vasculair.
Dignosa Keperawatan Persalinan Tahap II (Pengeluaran) :
Nyeri akut.
Tujuan : Ibu dapat beradaptasi terhadap nyeri akibat his persalinan.
Kriteria Hasil:
· Ibu dapat mengejan dengan benar,
· Ibu tampak lebih tenang.
· Ibu istirahat diantara kontraksi.
Tindakan / intervensi
Rasional.
Mandiri:
Identifikasi derajat ketidak nyamanan dan sumbernya.

Berikan tindakan kenyamanan seperti perawatan mulut, perawatan . masase perineal, linen dan pembalut yang bersih dan kering, lingkungan sejuk (680sampai 720 F), kain sejuk lembab untuk wajah dan leher, atau kompres panas pada perineum, atau punggung sesuai kebutuhan.

Berikan informasi pada klien / pasangan tentang tipe anstesia yang tersedia pada tahab ini khususnya untuk situasi melahirkan (mis, anestetik lokal, subaraknoid, atau blok pudendal, penguatan epidural atau kaudal) atau Stimulasi saraf elektrikal Transkutan (TENS). Tinjau ulang keuntungan / kerugian dengan tepat.



Pantau dan catat aktivitas uterus pada setiap kontraksi.




Berikan informasi dan dukungan yang berhubungan dengan kemajuan persalinan.




Anjurkan klien/pasangan untuk mengatur upaya untuk mengejan dengan spontan, daripada dilakukan terus - menerus, mendorong selama kontraksi. Tekankan pentingnya menggunakan obat abdomen dan merelakskan dasar pelviks.






Pantau penonjolan perienal dan rektal, pembukaan muara vagina dan tempat janin.


Bantu klien dalam memilih posisi optimal untuk mengejan; (Misalnya jongkok atau rekumben lateral, posisi semifowler (ditinggikan 30 – 60 derajat), atau penggunaan kursi melahirkan. Kaji keefektifan upaya untuk mengejan; bantu klien untuk merelakskan semua otot dan beristirahat di antara kontraksi.


Pantau tekanan darah (TD) dan nadi ibu, dan DJJ. Perhatikan reaksi merugikan yang tidak biasanya terhadap obat-obatan, seperti reaksi antibodi-antigen, paralisis pernafasan, atau blok spinal. Catat reaksi merugikan seperti mual, muntah, retensi urine, pelambatan depresi pernafasan dan pruritus pada wajah, mata atau mulut.


Kolaborasi
Kaji kepenuhan kandung kemih. Kateterisasi diantara kontraksi bila distensi terlihat dan klien tidak mampu menghindari.

Dukung dan posisikan blok sedal atau anestesi spinal, lokal, pudendal sesuai indikasi

Anestesi lokal :
Bantu sesuai kebutuhan pada pemberian anestesi lokal sebelum episiotomi.

Mengklasifikasikan kebutuhan, memungkinkan intervensi yang tepat.

Meningkatkan kenyamanan psikologis dan fisik, memungkinkan klien menfokuskan pada persalinan dan menurunkan kebutuhan terhadap analgesia atau anastesia.




Meskipun klien yang mengalami stress persalinan dan tingkat ketidaknyamanan dpat mempengaruhi ketrampilan pembuatan keputusan noemal., ia masih memerlukan kontrol dan membuat keputusan persetujuan sendiri berkenaan dengan anstesia. (catatan: Pilihan blok radiks saraf harus dibatasi pada situasi rumah sakit dimana peralatan kedaruratan tersedia).

Memberikan informasi/dokumentasi legal tentang kemajuan kontinu; membantu mengidentifikasi pola kontraksi abnormal, memungkinkan pengkajian dan intervensi segera.

Pertahankan supaya pasangan tetap mendapatkan informasi tentang perkiraan kelahiran; menguatkan bahwa upaya-upaya yang dilakukan itu berarti dan “akhirnya sudah terlihat.”

Anastetik dapat mengganggu kemampuan klien untuk merasakan sensasi berkenaan dengan kontraksi, mengakibatkan mengejan tidak efektif. Upaya mengejan spontan yang bukan terus – menerus menghindari efek negatif dari Valsava manuver berkenaan dengan penurunan kadar oksigen ibu dan janin. Relaksasi dasar pelviks menurunkan tahanan untuk upaya mendorong, memaksimalkan upaya untuk mengeluarkan janin.
Pemutaran anal ke arah luar dan penonjolan perineal terjadi saat verteks janin turun, menandakan kebutuhan untuk persiapan kelahiran.

Posisi yang tepat dengan relaksasi jaringan perineal mengoptimalkan upaya mengejan, memudahkan kemajuan persalinan, menurunkan ketidaknyamanan dan menurunkan kebutuhan terhadap penggunaan forsep. Relaksasi komplit di antara kontraksi meningkatkan istirahat dan membantu membatasi regangan/kelelahan otot.

Hipotensi ibu disebabkan oleh penurunan tahanan perifer saat percabangan vaskuler dilatasi adalah reaksi merugikan yang utama terhadap blok peridual atau subaraknoid. Hipoksia janin atau bradikardia mungkinterjadi, karena penurunan sirkulasi dalam bagian plasenta ibu. Reaksi merugikan yanglain setelah pemberian anastetik spinal atau peridural, khususnya bila morfin digunakan

Meningkatkan kenyamanan, memudahkan turunnya janin,dan menurunkan risiko trauma kandung kemih yang disebabkan oleh bagian presentasi janin.
Posisi yang tepat menjamin penenpatan tepat dari obat-obatan dan membantu mencegah komplikasi.

Menganestesi jaringan perineal lokal untuk memperbaiki tujuan.
Diagnosa Keperawatan Persalinan Tahap III (Pengeluaran Plasenta) :
Perubahan peran berhubungan dengan kurangnya model peran.
Tujuan : klien dapat berperan sebagai ibu setelah kelahiran bayinya.
Kriteria Hasil :
Ibu ingin didekatkan dengan bayinya.
Ibu mengatakan ingin merawat anaknya sendiri.
Tindakan / intervensi
Rasional.
Fasilitasi interaki antara klien dan / pasangan dan bayi baruy lahir sesegera mungkin setelah melahirkan.


Berikan klein dan ayah kesempatan untuk menggendong bayi dengan segera setelah kelahiran bila kondisi bayi stabil.




Tunda penetesan salep profilaksis mata (mengandung eritomisin atau tetrasiklin) sampai klien / pasangan dan bayi telah berinteraksi.
Membantu mengembangkan ikatan emosi sepanjang hidup di antara angota keluarga. Ibu dan bayi mempunyai periode yang sangat sensitif pada waktu di mana kemampuan interaktif ditingkatkan.
Kontak fisik dini membantu mengembangkan kedekatan. Ayah juga lebih mungkin untuk berpartisipasi dalam aktivitas merawat bayi dan merasa ikatan emosi lebih kuat bila mereka secara aktif terlibat dengan bayi segera setelah kelahiran.
Memungkinkan bayi untuk membuat kontak mata dengan orangtua dan secara aktif berpartisipasi dalam interaksi, bebas dari penglihatan kabur yang disebabkan oleh obat.

DM(Diabetes Melitus)

D M{diabetes melitus}

Olahraga secara rutin penting bagi kesehatan dan kebugaran tubuh. Namun bagaimana penjelasan detailnya bagi para penderita diabetes melitus?

Manfaatnya :
Menurunkan kadar glukosa darah dan mencegah kegemukan.Pada keadaan istirahat, metabolisme otot hanya sedikit membutuhkan glukosa sebagai sumber energi. Tetapi saat berolah raga, glukosa, dan lemak akan merupakan sumber utamanya. Setelah berolahraga selama 10 menit, dibutuhkan glukosa 15 kalinya dibanding pada saat istirahat.
Membantu mengatasi terjadinya komplikasi (gangguan lipid darah / pengendapan lemak di dalam darah, peningkatan tekanan darah, hiper koagulasi darah / penggumpalan darah)

Pada penderita diabetes melitus tipe I, karena produksi insulin yang terganggu / tidak ada, maka olah raga tidak begitu besar mempengaruhi kadar gula darah, tetapi keuntungan yang lainnya adalah mengurangi resiko penyakit jantung, gangguan pembuluh darah perifer. Perlu diwaspadai pada yang mengalami defisiensi insulin yang berat, dengan berolah raga akan menyebabkan gangguan metabolik yang lebih berat (terjadi hiperglikemia dan keracunan keton di darah).

Pada penderita diabetes melitus tipe II, latihan jasmani berperan utama dalam pengaturan glukosa darah. Pada penderita diabetes melitus tipe II, produksi insulin tidak terganggu tetapi masih kurangnya respons reseptor pada sel terhadap insulin (resistensi insulin), sehingga insulin tidak dapat membantu transfer glukosa ke dalam sel. Pada saat berolahraga, permeabilitas membrans terhadap glukosa meningkat pada otot yang berkontraksi sehingga resistensi insulin berkurang, dengan kata lain sensitivitas insulin meningkat. Hal ini menyebabkan kebutuhan insulin berkurang. Respons ini bukan merupakan efek yang menetap atau berlangsung lama. Respon ini hanya terjadi setiap kali melakukan berolahraga.
Sebelum berolahraga, disarankan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan (medis) dan faal (kebugaran) terlebih dahulu pada dokter untuk mengetahui tingkat kebugarannya dan kondisi metaboliknya.

Berolahraga tidak sembarangan dilakukan. Beberapa perinsip dalam berolahraga :
Frekwensi latihan hendaklah dilakukan secara teratur.
Intensitas : ringan dan sedang yaitu 60 – 70 % MHR (maximum Heart Rate). Rumusnya : 220 – umur. Contoh: Jika Anda berusia 50 thn, target heart rate (THR) Anda adalah 60% MHR, maka melakukan olah raga denyut nadinya sebaiknya mencapai 60% X (220 -50 ) = 102 kali / menit.
Durasi dalam berolahraga adalah selama 30 hingga 60 menit.
Jenis olahraga yang dilakukan hendaklah tidak terlalu berat, seperti jalan, jogging, berenang, bersepeda.

Urutan kegiatan yang dilakukan :
Pemanasan (warm – up), lamanya 5 – 10 menit, bertujuan untuk menaikkan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi mendekati intensitas latihan, mengurangi kemungkinan cedera.
Latihan inti (Conditioning), lamanya 20 menit, diusahakan denyut nadi mencapai THR (target Heart Rate). Bila dibawah THR maka latihan tersebut tidak bermanfaat. Dan bila berlebih akan menimbulkan resiko yang tidak diinginkan.
Pendinginan (cooling down), lamanya 5 – 10 menit, bertujuan untuk mencegah penimbunan asam laktat di otot sehingga menimbulkan nyeri di otot, atau pusing sebab darah masih terkumpul di otot yang aktif. Bila jogging, pendinginan sebaiknya tetap jalan. Bila bersepeda sebaiknya tetap mengayun tanpa beban.
Peregangan (stretching), bertujuan untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot yang masih teregang, ini penting sekali untuk diabetesi usia lanjut.


Diabetes Melitus (DM) disarankan melakukan aktivitas fisik dengan berolahraga. Pada tahun 1992, sebuah penelitian menyimpulkan risiko DM akan berkurang 23-42% pada laki-laki yang melakukan olahraga 1 sampai 5 kali dalam seminggu dengan intensitas sedang.Penderita DM meningkat pesat akibat perubahan gaya hidup. Tahun 1988 WHO memprediksikan penderita DM akan meningkat 120% dalam kurun waktu 30 tahun dari tahun 1995 sampai 2025. Kenaikan tertinggi 170% terjadi di negara berkembang. Di Indonesia diperkirakan jumlah penderita DM akan menjadi 12 juta pada tahun 2025.Maka penderita DM disarankam memilih olahraga yang digemari. Sebaiknya jenis aerobik seperti berjalan, joging, bersepeda, berenang, dan senam. Frekuensi 6 kali seminggu dengan intensitas 50-70% Denyut Nadi Maksimal selama 30-45 menit per yang dilakukan secara bertahap dan teratur sangat baik untuk penderita DM. Jika penderita DM tidak pernah berolahraga dimulai dengan berjalan lambat selama 5 menit dan dinaikkan secara bertahap.Pada setiap sesi latihan, disarankan memulai olahraga dengan pemanasan, peregangan, serta mengakhiri dengan pendinginan selama 5-10 menit. Sebagai pelengkap, angkat beban dapat dilakukan dengan menggunakan beban yang ringan 2 sampai 3 kali per minggu dengan pengulangan 12 sampai 15 kali. Setiap pengulanganan angkat beban per satu setnya 1 sampai 2 set yang dilakukan secara bertahap.Penderita DM dianjurkan berolahraga pada pagi hari dan 1 sampai 2 jam setelah makan. Kadar Gula Darah (KGD) sebaiknya diperiksa sebelum dan setelah berolahraga pada setiap 20-30 menit jika olahraga berlangsung lama.Jika sebelum olahraga KGD di bawah 100 mg berarti KGD rendah (hipoglikemi). Oleh karena itu, penderita DM dianjurkan untuk makan makanan ringan yang mengandung 15-30 gram karbohidrat. Namun, bila penderita DM tipe 2 dengan KGD di atas 250 mg atau penderita DM tipe 1 dengan KGD di atas 200 mg sebaiknya olahraga ditunda dulu.

  • Manfaat berolahraga bagi penderita DM adalah:
    Menurunkan resiko penyakit jantung
    Mengurangi berat badan bagi yang berat badannya berlebih
    Menstabilkan KGD
    Memperbaiki profil lemak
    Memperkuat rasa kebersamaan (bila dilakukan pada kelompok olahraga DM)
    s today)


Jika kadar glukosa (gula darah) seorang penderita kencing manis tetap tinggi, akan menimbulkan berbagai komplikasi pada berbagai organ tubuh, salah satunya akan mengganggu sirkulasi darah ke otak sehingga bisa mengibatkan terjadinya stroke, bahkan bisa berakhir dengan kematian. Kriteria diagnostik DM menurut PERKENI 2006 atau yang dianjurkan ADA (American Diabetes Association) yaitu bilatredapat salah satu atau lebih hasil pemeriksaan gula darah dibawah ini:
1. Kadar gula darah sewaktu (plasma vena) lebih atau sama dengan 200 mg/dl
2. Kadar gula darah puasa (plasma vena) lebih atau sama dengan 126 mg/dl
3. Kadar glukosa plasma lebih atau sama dengan 200 mg/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram pada tes toleransi glukosa oral (TTGO).

  • Latihan Jasmani
    Manfaat latihan jasmani pada lansia:
    · Dapat meningkatkan sensitivitas insulin
    · Memperbaiki kesegaran kardiovascular
    · Memperkuat otot dan tulang
    · Mengurangi obesitas
    · Memperbaiki kadar gula darah
    · Mengurangi kebutuhan obat
    · Memperbaiki problem psikososial



Olahraga diabetes Selain memperhatikan pola makan sehari-hari, penderita harus melakukan latihan fisik. Pada prinsipnya olahraga bagi penderita diabetes tidak berbeda dengan yang untuk orang sehat. Juga antara penderita baru atau pun lama. Olahraga itu terutama untuk membakar kalori tubuh, sehingga glukosa darah bisa terpakai untuk energi, dengan demikian kadar gulanya bisa turun.
“Saya punya banyak pasien diabetes. Hanya dengan latihan olahraga mereka sanggup hidup seperti orang-orang sehat tanpa obat,” papar dr. Hario Tilarso. Lebih baik menyembuhkan secara alamiah, itu prinsipnya. Kalau dengan latihan, gula darahnya bisa turun, mengapa harus dengan obat. Obat baru diberikan kalau penurunannya alot sehingga dikhawatirkan timbul komplikasi macam-macam.
“Pengalaman saya menunjukkan, orang-orang yang tidak tergantung insulin, bisa turun kadar gulanya hanya dengan exercise. Bahkan, ketika menghadiri pesta, penderita diabetes bisa makan banyak. Tapi, besoknya dia harus lari untuk membakar kalori yang telah masuk,” katanya.Penderita diabetes yang telah lama dikhawatirkan bisa mengalami arterosklerosis (penyempitan pembuluh darah). Namun, dengan berolahraga timbunan kolesterol di pembuluh darah akan berkurang, sehingga risiko terkena penyakit jantung juga menurun.
Menurut dokter olahraga di Balai Kesehatan Olahraga Masyarakat (BKOM) DKI Jaya ini, sebaiknya jenis olahraga bagi penderita diabetes dipilih yang memiliki nilai aerobik tinggi, macam jalan cepat, lari (joging), senam aerobik, renang, dan bersepeda. Jenis olahraga lainnya, tenis, tenis meja, bahkan sepakbola, pun boleh dilakukan asal dengan perhatian ekstra.
FID (frekuensi, intensitas, dan durasi) olahraga bagi penderita diabetes pada prinsipnya tidak berbeda dengan yang diterapkan untuk orang sehat. Frekuensi berolah raga adalah 3 – 5 kali seminggu. “Sebaiknya, dipilih waktu yang tepat karena panas matahari bisa membakar kalori lebih banyak. Ini berbahaya karena bisa menyebabkan hipoglikemia, kekurangan gula darah,” jelas dr. Hario.Cuma, penderita yang menggunakan suntikan insulin harus hati-hati. Harus diperhatikan waktu puncak kerja insulin yang disuntikkan. “Jangan sampai saat puncak insulin bekerja, penderita berolahraga. Saat itu kadar gula darah akan banyak turun. Kalau ditambah latihan, bisa tambah turun lagi, bisa kena hipoglikemia,” katanya.
Jadi, insulin yang digunakan harus diketahui dulu kerjanya, short acting atau long acting. Biasanya, berdasarkan kondisi penderita, dokter menentukan jenis insulin yang diberikan. Nah, jadwal olahraganya disesuaikan dengan kerja insulin itu.Intensitasnya berkisar 60 – 75% DSM (denyut nadi maksimal, yang perhitungannya 220 – umur dalam tahun). Durasinya kira-kira 60 menit setiap kali berolahraga pada zone latihan. Untuk penderita diabetes yang berbadan gemuk, durasinya bisa ditambah, misal 90 menit. “Dengan penambahan lama latihan, tidak cuma gula darah yang berkurang, lemak tubuh pun ikut dibakar,” tutur dr. Hario.
Latihan beban juga dianjurkan untuk penderita diabetes. “Di samping memelihara kadar gula darah, penderita juga memelihara massa ototnya agar ototnya tetap kokoh, sehingga bisa tetap produksi seperti yang lain,” katanya.
Khusus yang sudah sangat parah, misalnya saraf kakinya sudah terganggu, dipilih olahraga yang ringan dan tidak terlalu banyak serta keras benturannya. Misalnya bersepeda. Itu pun harus hati-hati, terutama kalau sudah sampai terjadi retinopati diabetik (gangguan retina mata), karena kemungkinan terjadinya perdarahan sangat besar. Bila penyakitnya lebih parah, misalnya dengan kadar gula di atas 400 yang tak memungkinkannya bergerak aktif, penanganannya lebih diserahkan pada dokter penyakit dalam. “Pilihannya memang agak sulit. Kita harus bekerja secara interdisiplin. Jadi, yang bisa berolahraga hanya mereka yang betul-betul masih aktif, tidak ada keterbatasan pada musculuskeletal, tidak ada atritis, dan keterbatasan lainnya.”
Sedangkan penderita diabetes berbadan gemuk, jenis olahraganya dikombinasikan dengan latihan untuk obesitas. “Biasanya, lamanya tidak satu jam, melainkan dua jam misalnya. Maksudnya, supaya pembakarannya lebih banyak, gula darahnya turun, dan lemak tubuhnya berkurang. Kalau dia betul-betul menuruti aturan, semuanya tidak masalah,” katanya.
Dalam melakukan olahraga, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Kadar gula darah penderita saat melakukan olahraga harus berada pada kisaran 100 – 300 mg/dl. “Lebih dari 300 mg/dl dikhawatirkan terjadi ketosis (kelebihan keton dalam jaringan), misalnya. Penderita dengan kadar gula yang terlalu rendah juga dilarang melakukan latihan. Sementara jika kadar gulanya sudah normal lalu melakukan olahraga, ditakutkan malah terjadi hipoglikemia.” Supaya aman, katanya, penderita harus berolahraga bersama orang lain. Kalau ada apa-apa, ada yang bisa membantu.
Penderita diabetes sebaiknya juga berbekal sedikit makanan atau minuman yang manis-manis. Boleh roti manis, permen, teh manis. “Kalau kepala sudah mulai melayang, langsung saja makan atau minum bekal itu secukupnya. Juga bila keringat dingin sudah mulai keluar. Kepala melayang dan keringat dingin itu menunjukkan gula darahnya sudah turun berlebih,” papar Hario.
Pada penderita diabetes, kalau kebanyakan gula bisa menimbulkan hiperglikemia dan ini bisa membuat keracunan. Tapi ini efeknya lama. Yang cepat pengaruhnya dan bisa menimbulkan kematian justru hipoglikemia.
Mereka yang memilih jenis olahraga yang memerlukan waktu lama, macam tenis lapangan atau sepakbola, sebaiknya setiap 30 menit mengkonsumsi glukosa (makanan atau minuman manis). Dengan cara itu kadar gula darahnya bisa dijaga agar tidak terlalu turun. Yang perlu diperhatikan pula saat berolahraga adalah cuaca. Pada cuaca sangat panas, penyerapan insulin banyak sekali. Berarti gula darah lebih terserap lagi.Menjaga kebersihan dan kesehatan kaki juga penting dalam berolahraga. Ketika sedang joging atau jalan, kaki akan bergesekan dengan sepatu. Karena itu, kaus kaki yang dikenakan harus bersih. Sepatu pun harus yang lunak bagian dalamnya untuk menghindari lecet. Pakailah sepatu sesuai penggunaannya.Dengan rajin berolahraga ditambah mengatur menu makanan serta mengontrol kadar gula darah secara teratur, komplikasi akibat diabetes dapat dihindari.
Sumber : http://www.indomedia.com/Intisari/1999/juli/diabetes.htm
Menurut studi-studi tersebut, olahraga meningkatkan sensitifitas insulin sehingga ambilan glukosa darah meningkat dan otomatis kadar gula darah berkurang.Olahraga yang bisa dilakukan ada beberapa macam. Olahraga ringan yaitu berjalan kaki selama 30 menit, olahraga sedang adalah jalan cepat selama 20 menit, dan olahraga berat adalah jogging. Tentu saja tidak semua olahraga ini boleh dilakukan oleh setiap penderita karena stadium penyakit mereka belum tentu sama. Dengan intensitas latihan 3-4 kali seminggu, terbukti HbA1c, yaitu penanda diabetes kalau kadarnya lebih dari 7 %, dapat turun sampai 20 %. Penurunan terbaik dihasilkan pada kelompok penderita diabetes ringan dan kelompok resisten insulin, yaitu penderita yang insulin dalam tubuhnya telah resisten terhadap glukosa, yang telah mengubah gaya hidupnya menjadi gaya hidup sehat. Gaya hidup sehat yang dimaksud di sini yaitu pengaturan pola makan yang sesuai kesehatan.Penderita diabetes yang tidak diterapi dengan baik dapat terkena penyakit jantung koroner (PJK). Tapi dengan olahraga secara teratur, faktor resiko PJK yaitu hiperinsulinemia, hipertensi, kelainan metabolisme seperti hipertrigliseridemia, HDL rendah, LDL dan FFA tinggi dapat diatasi. Dengan demikian, potensi terjadinya PJK ini dapat dikurangi.Pada diabetes tipe 2 dapat terjadi gangguan aktifitas fibrinolis. Dengan olahraga aerobic (aerobic fittness) secara teratur, terbukti gangguan aktifitas fibrinolisis dapat diperbaiki. Akan tetapi, mekanisme yang mendasari hubungan ini belum bisa dijelaskan.Pengaruh lain olahraga terhadap diabetes yaitu dapat menurunkan berat badan pada penderita diabetes yang pada umumnya memang memiliki tubuh yang gemuk. Menurunnya berat badan ini terutama berkaitan dengan perbaikan dari metabolisme tubuh dan pemakaian lemak tubuh secara berlebihan pada saat olahraga.Yang menarik dari pengaruh olahraga ini yaitu bahwa ternyata olah raga dapat juga mencegah atau menunda manifestasi diabetes pada orang yang belum menderita tetapi mempunyai resiko tinggi terhadap diabetes tipe 2 di masa depannya. Salah satu contoh orang yang beresiko tinggi ini adalah orang yang punya turunan penderita diabetes.Memang tak bisa dipungkiri bahwa olahraga pada penderita diabetes dapat pula berdampak buruk. Olahraga ternyata dapat pula menyebabkan penyakit-penyakit yang justru ingin dihindari tadi. Akan tetapi itu hanya terjadi kalau dalam melakukan aktifitas olahraga keadaan fisik tubuh tidak diperhatikan . Karena itulah, diperlukan evaluasi awal sebelum berolahraga.Evaluasi awal sebelum olahraga sangat penting. Tujuannya adalah menemukan berbagai komplikasi yang ada yang dapat menjadi pemicu timbulnya cedera atau dampak buruk waktu berolahraga. Selain itu, evaluasi juga diperlukan untuk mengetahui ragam dan dosis olahraga serta perlu tidaknya pengawasan saat melakukan olahraga pada individu tertentu.Untuk penderita yang telah diketahui menderita penyakit jantung koroner, hendaknya olahraga dilakukan di bawah bimbingan seorang supervisor yang akan menilai dampak yang mungkin timbul seperti kelainan irama jantung atau kelainan lain yang mungkin terjadi akibat iskemia atau kekurangan oksigen pada saat berolahraga.Bagi penderita yang telah diketahui menderita kelainan mata (retinopati), dianjurkan untuk menghindari olahraga berat yang bersifat anaerobik atau membutuhkan banyak oksigen seperti joging. Hal ini disebabkan karena olahraga ini dapat menimbulkan perdarahan retina (vitrous bleeding), atau timbulnya robekan retina (traction retina detachment).Untuk diabetes yang disertai kelainan ginjal (nefropati) , tidak diketahui apakah juga memerlukan pembatasan olahraga seperti pada PJK dan retinopati. Tapi secara umum, agaknya diterima pendapat (walau alasan kurang jelas) sebaiknya tidak melakukan olahraga yang berat kalau sudah disertai komplikasi nefropati.Bagi diabetes melitus yang disertai kehilangan rasa pada kaki (neuropati perifer) dianjurkan untuk menghindari olahraga yang bersifat weight bearing exercise atau olahraga yang mengandalkan kaki, seperti olahraga di atas treadmill atau alat jalan listrik, jalan kaki dalam waktu yang lama, jogging dan naik tangga. Olahraga yang dianjurkan antara lain renang, bersepeda, dan dayung.Untuk mendapatkan keamanan dan kenyamanan berolahraga, maka setelah malakukan evaluasi terhadap komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul tadi, juga perlu dilakukan persiapan yang teliti. Setiap aktivitas olahraga harus selalu diawali pemanasan (warming up), dan diakhiri dengan pendinginan (cooling down), masing-masing dengan waktu 5-10 menit.Pemanasan dapat dilakukan dengan low grade intensity aerobic exercise misalnya jalan kaki atau bersepeda, dan selanjutnya diikuti dengan stretching otot-otot yang nantinya aktif dilatih selama 5-10 menit. Pendinginan dimaksudkan untuk mengembalikan denyut jantung ke keadaan sebelum olahraga dilakukan.Persiapan untuk mencegah timbulnya lecet kaki waktu berolahraga juga sangat penting. Ini terutama untuk mencegah timbulnya komplikasi kaki diabetik, yaitu kaki yang membusuk karena infeksi yang tidak dapat diobati. Untuk hal ini perlu diperhatikan pemilihan sepatu olahraga, penggunaan kaos kaki khusus, pemakaian jeli silika atau kaos kaki poliester untuk perlindungan kaki.Selain itu juga dianjurkan mengkonsumsi cairan secukupnya sebelum dan selama latihan untuk mengganti cairan yang hilang. Terakhir, kalau selama olahraga penderita diabetes mengalami kelemahan atau kekurangan tenaga yang berarti, itu tandanya terjadi hipoglikemia atau penurunan kadar glukosa darah. Karena itu setiap olahraga, jangan lupa membawa gula-gula manis dan makanlah kalau merasakan hipoglikemi tersebut.